LAMONGAN, Radarbangsa.net, Latar Cendhani di Desa Sendangduwur, Kecamatan Paciran, kembali bersiap menyambut ribuan pengunjung pada Minggu (26/10) besok. Festival Tumbas Jajan yang digelar setiap Minggu Legi ini menjadi salah satu agenda paling ditunggu Oktober ini di pesisir utara Lamongan. Tahun ini, suasana pasar budaya itu akan terasa berbeda, lebih luas, lebih ramai, dan mulai mengenalkan sistem pembayaran digital berbasis QRIS.
KH. Ahmad Idzom Ubaidillah atau Gus Idzom, pengasuh Pondok Sunan Sendang sekaligus Direktur BUMDesa Gerudo Joyo menuturkan bahwa pengembangan festival tahun ini merupakan hasil kerja bersama antara Pokdarwis. masyarakat, pemerintah desa, BUMDesa, dan seluruh stakeholders.
“Kami ingin Latar Cendhani menjadi lebih terbuka, lebih luwes melayani tamu, juga bagi wisatawan dari luar, karena mereka adalah bagian penting dari ekonomi kreatif dari warga lokal Sendang Duwur. Akan ada pelatihan bagaimana seharusnya menjadi pramuwisata yang luwes dan informatif,” ujar Gus Idzom kepada Radarbangsa.net, Sabtu (25/10).
Menurutnya, perluasan area dilakukan agar para pedagang lokal semakin banyak, untuk menampung ide-ide dan terobosan terkait menu yang dijual, yang jumlahnya semakin banyak dan pengunjung dan wisatawan tidak lagi berdesakan seperti tahun-tahun sebelumnya. Pokdarwis menyiapkan zona khusus untuk kuliner, kerajinan tangan, dan wahana edukasi anak.
“Tempatnya lebih luas, biar semua pengunjung nyaman. Ada yang datang buat jajan, ada yang mau belajar, ada yang studi tiru, semua bisa dapat ruang,” imbuhnya.
Sejak awal berdirinya, Latar Cendhani memang tidak dimaksudkan hanya sebagai pasar komersial semata atau motif ekonomi saja. Latar Cendhani lahir dari kebiasaan masyarakat yang berjualan di sekitar pesarean Sunan Sendang Duwur, salah satu wali yang sangat dihormati di Lamongan. Juga kebiasaan berjualan di sekitar pesantren selepas pengajian.
“Semua dimulai dari niat ibadah. Kita berdagang sambil menjaga silaturahmi. Karena itu, setiap pembukaan festival selalu diawali doa bersama, agar rezeki yang datang membawa berkah,” jelas Gus Idzom. Ia menekankan bahwa berdagang di Latar Cendhani bukan sekadar mencari untung, tetapi menghidupkan nilai kejujuran dan kebersamaan.
“Kalau di sini, yang penting bukan besar kecilnya uang, tapi manfaatnya. Rezeki yang barokah itu yang memberi tenang dan mempererat hubungan antarsesama,” katanya.
Festival Tumbas Jajan tahun ini menampilkan lebih dari 30 lapak kuliner tradisional, semuanya disajikan oleh warga sekitar. Pengunjung dapat menikmati beragam menu khas Lamongan dan Jawa Timur, mulai dari yang gurih hingga yang manis. Beberapa jajanan yang paling diburu antara lain gethuk lindri warna-warni, klepon isi gula merah, cenil singkong, serabi kinca, dan jenang sengkolo, kue tradisional yang biasa dihidangkan saat syukuran desa. Untuk minuman, ada wedang jahe sereh, kopi tubruk khas Sendangduwur, dan wedang cemani, racikan rempah hitam khas pondok pesantren.
Selain kuliner, beberapa stan juga menjual kerajinan bambu, batik Sendangduwur, dan produk hasil bumi seperti madu, kopi, serta rempah olahan. Musik gamelan dan angklung dari kelompok seni Paduraksa juga akan mengiringi suasana pagi.
Hal baru yang akan diterapkan mulai Minggu ini adalah sistem pembayaran digital berbasis QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard). Penerapan QRIS menjadi langkah awal menuju pasar tradisional yang modern, berterima di Kalanga GenZ, dan transparan.
“Selama ini pengunjung bayar pakai uang kayu, sekarang bisa pakai QRIS. Jika biasanya beli kepeng harus dengan tunai, kini pengunjung bisa pakai QRIS. Masyarakat tinggal scan, untuk kemudahan dan kenyamanan, sekaligus mendukung system cashless, yang diajurkan pemerintah,” terangnya.
Bagi Gus Idzom, Festival Tumbas Jajan bukan sekadar acara kuliner, tetapi “madrasah kehidupan” tempat warga belajar tentang kejujuran, kerja sama, dan kreativitas.
“Harapan kami sederhana: semoga festival ini makin semarak, jadi sarana edukasi budaya, seni, dan kuliner yang sesuai dengan perkembangan zaman. Sebagai perayaan ulang tahun ke-2, semoga bisa langgeng dan bertumbuh, untuk membantu geliat ekonomi masyarakat dan pemasukan untuk desa,” tutur Gus Idzom.
Ia juga berharap karangtaruna ikut berpartisipasi untuk menjaga keberlanjutan pasar ini.
“Anak-anak muda jangan cuma jadi penonton. Jadilah pelaku, karena budaya akan hidup kalau diteruskan. Batik tulis Sendang Duwur yang sudah punya nama tak boleh berhenti di generasi ini, tap terus berkelanjutan. Kalau yang muda, tak meneruskan. Saat yang tua meninggal, batik dan seluruh potensi Sendang Duwur ini bisa punah. Saya mohon ini dipikirkan bersama,” pesannya.
Rencananya, kegiatan Minggu pagi akan diawali doa bersama, dilanjutkan pentas seni anak desa, parade kuliner, dan penampilan musik tradisional. Area parkir, pos informasi, dan titik selfie spot juga telah disiapkan oleh panitia.
“Kami ingin semua pengunjung datang dengan hati gembira. Di sini bukan cuma jual makanan, tapi juga berbagi kehangatan dan nilai-nilai kemanusiaan,” tutup Gus Idzom sambil tersenyum. Dari Sendangduwur, aroma tradisi menguar. Dari Latar Cendhani, berkah menyapa semua yang datang dengan niat baik, lewat rasa, budaya, dan teknologi yang bersatu untuk memuliakan desa.












